Kisah Penulis Buku Ini Budi Yang Tak Pernah Minta Royalti Hanya Minta Naik Haji - Masih dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional 2016, kali ini penulis ingin mengingatkan kembali pada kita semua sosok Siti Rahmani Rauf yang dulu menyusun buku “Belajar Membaca dan Menulis” di era tahun tahun 80-90an yang kemudian populer dengan istilah “Buku Ini Budi”. Saya termasuk salah satu generasi yang merasa “beruntung” karena sempat membaca dan belajar dari buku tersebut. Bahkan Mendikbud Anies Baswedan, ketika ditemui detik.com disela-sela acara peringatan Hardiknas di Kantornya di Senayan, Jakarta, mengakui bahwa dia juga termasuk pembaca buku tersebut. Menurut Anies, peran buku tersebut cukup baik dalam dunia pendidikan. Pihaknya memberikan apresiasi pada Siti Rahmani Rauf (97) sebagai salah satu penulis yang telah memberikan karya pada Indonesia. Ketika detikcom kemudian memberikan kabar soal kondisi Siti Rahmani yang kini tergolek lemah di rumahnya di tengah usia 97 tahun. "Nanti kita akan lihat," jawabnya merespons cerita soal kondisi Siti.
Siti Rahmani Rauf (Foto: Wisnu Prasetiyo / detik.com) |
Siti Rahmani Rauf (97) menciptakan metode baca "Ini Budi" karena menyanggupi permintaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (saat itu Depdikbud) untuk membuat buku belajar membaca. Tak cuma itu, Siti jugalah yang membuat ilustrasi Budi dan ibu-bapaknya itu dalam buku pelajaran membaca tersebut. Siti saat itu menolak diberi royalti untuk penulisan buku dan lebih memilih dihargai dengan diberangkatkan haji.
"Setelah dicetak, penerbit tanya mau berapa ini dibayar. Ibu saya tidak mau dibayar dengan uang, ibu saya hanya ingin berangkat haji saja," tutur putri Siti Rahmani Rauf, Karmeni Rauf, saat berbincang dengan detikcom di kediamannya di Tanah Abang, Jakpus, akhir pekan lalu.
Siti tak menginginkan uang sepeser pun atas jerih payahnya dalam membuat buku membaca "Ini Budi". Kecintaan dirinya terhadap dunia pendidikan serta kebutuhan spiritualnya menjadi alasan Siti tak ingin dibayar uang dan lebih ingin diberangkatkan haji.
"Jadi ibu saya tidak terima uang sama sekali. Ibu saya akhirnya pada tahun 1986 sendiri berangkat haji," kata Eni. "Kami juga bukan orang bisnis, mami juga nggak minta royalti. Waktu itu mami berangkat haji senilai Rp 5 juta." imbuhnya.
Metode yang dibuat Siti saat menyusun buku Ini Budi adalah metode Struktur Analisa Sintesa (SAS) yang cocok dengan gaya belajar anak usia 6-7 tahun. Eni menjelaskan, ketika anak kelas 1 SD diajarkan metode seperti itu mereka lebih mudah menerima pelajaran. Anak-anak dirasakannya lebih cepat untuk bisa membaca, Guru-guru pun juga merasa terbantu. "Metode ini mempermudah guru dan mengaktifkan anak untuk beraktivitas, mencari kartu kalimat, tempel, balik lagi. Jadi aktif, anak nggak pasif. Anak bukan duduk diam catat dengar saja. Itu kelebihan metode SAS," tutur Eni.
Buku metode baca "Ini Budi" dipakai dalam kurikulum SD di Indonesia selama 10 tahun, yakni sejak tahun 1986 hingga 1996. Sejak itu tidak pernah lagi dipakai. Namun sejarah telah membuktikan kalau buah karya ibu Siti Rahmani Rauf tersebut telah berhasil mencetak generasi muda bangsa yang pintar membaca dan menulis. Terimakasih yang tak terhingga ibu Siti, hanya Tuhan lah yang bisa membalas jasa ibu bagi dunia pendidikan Indonesia. Sebagai generasi pendidik masa kini, kami hanya bisa mengirimkan doa semoga Ibu Siti cepat sembuh dari sakitnya. Semoga juga pak Menteri segera memenuhi janjinya untuk menengok kondisi ibu Siti secara langsung. Selamat Hari Pendidikan Nasional 2016, Nyalakan Pelita Terangkan Cita-Cita.
Sumber: detik.com